Fimela.com, Jakarta Kehilangan seseorang untuk selama-lamanya bisa menghadirkan kesedihan yang mendalam. Perasaan duka pun hadir dan menciptakan lubang hitam yang menganga di dada. Melanjutkan hidup tanpa kehadiran seseorang yang sangat berarti dalam hidup pun bukan sesuatu yang mudah dilakukan.
Menjalani hari-hari baru setelah mengalami kehilangan butuh perjuangan baru. Berat rasanya untuk bisa kembali seperti biasa ketika orang yang dulu menghadirkan warna indah di hidup kini sudah tiada. Walau begitu, hidup terus berjalan. Hidup tetap perlu kita jalani sebaik-baiknya sembari terus berdamai dengan rasa duka. Mungkin tidak nyaman atau sulit untuk dilakukan, tetapi bukan berarti kita akan terus tenggelam dalam rasa kesedihan. Buku Seorang Pria yang Melalui Duka dengan Mencuci Piring ini pun hadir untuk membantu kita untuk bisa berdamai dengan rasa kehilangan dan cara untuk bisa memproses perasaan duka dengan perspektif yang menarik.
Â
Advertisement
Advertisement
Blurb Seorang Pria yang Melalui Duka dengan Mencuci Piring
Judul: Seorang Pria yang Melalui Duka dengan Mencuci Piring
Penulis: dr. Andreas Kurniawan, Sp.KJ
Penyunting naskah: Nadira Yasmine
Desain sampul: Withly
Desain isi: Fitri Yuniar
Cetakan ke-2: Januari 2024
***
"Mengapa bisa ada berbagai cara berbeda dalam merespons kematian? Sebenarnya penjelasannya cukup sederhana. Kematian seseorang yang bermakna buat kita akan menimbulkan rasa sakit. Manusia tidak suka rasa sakit. Maka, manusia akan berusaha melakukan apa pun untuk meredakan rasa sakit itu. Dalam psikologi, hal ini disebut sebagai coping mechanism." (hlm. 12)
"Dalam melalui proses duka ini, aku mempelajari suatu konsep yang indah: impermanence. Segala sesuatu di dunia tidak permanen. Ketika satu nyawa lahir di dunia, maka nyawa itu tidak selamanya. Akan ada waktunya, dan konon katanya tiap orang sudah punya batas umurnya sendiri. Yang kita tidak ketahui adalah sampai kapan nyawa tersebut hadir di bumi? Bisa jadi seratus tahun atau tujuh puluh tahun atau tiga puluh tiga tahun atau satu tahun. Tapi pada akhirnya, satu hal yang pasti adalah: nyawa tidak selamanya." (hlm. 77)
"Penerimaan adalah mengakui bahwa sesuatu ada atau terjadi. Ketika membicarakan tentang penerimaan, kita perlu membedakan apa yang perlu diterima dan apa yang tidak kita terima. Jadi, penerimaan bukan berarti secara pasif menerima semua hal yang terjadi. Itu bukan penerimaan, melainkan cuek atau pengabaian." (hlm. 88)
"Ingat bahwa apa yang hilang bisa diganti, tapi tidak selalu harus diganti. Kehilangan seorang pasangan bukan berarti kamu harus menggantinya dengan pasangan baru. Kehilangan seorang anak bukan berarti sepasang orangtua perlu segera merencanakan program hamil lagi. Tapi, rasa sepi, ras sendiri, rasa tidak berdaya, rutinitas, itu yang bisa—dan perlu—diganti." (hlm. 124)
"Kita mengira bahwa duka akan mengecil seiring waktu. Bayangkan diri kita ibarat suatu kotak besar yang menyimpan banyak barang. Duka kita ibarat suatu bola berukuran bola basket di dalam kotak tersebut. Kita mengira bahwa ukuran duka tersebut akan mengecil. Mungkin seiring waktu akan berukuran seperti bola tenis. Beberapa bulan kemudian, akan berukuran seperi kelereng. Akhirnya, dalam beberapa tahun, duka tersebut akan menjadi setitik debu dan terbang tertiup angin. Kenyataannya, duka kita tidak akan mengecil." (hlm. 143-144)
***
Buku ini ditulis oleh dr. Andreas Kurniawan, Sp.KJ, psikiater yang menyelami psikoterapi untuk kedukaan dan kehilangan setelah mengalami kehilangan ayah dan buah hatinya. Dengan pengalaman dan kualifikasinya sebagai seorang psikiater, memproses duka baginya tidak serta merta semudah membalikkan telapak tangan. Melalui buku ini, penulis membagikan pengalamannya serta sejumlah perspektif menarik dan beberapa kiat yang bisa diterapkan untuk memproses duka dengan lebih sehat.
Kehilangan buah hati tercintanya, Hiro, bukan hal yang mudah bagi penulis. Meskipun penulis sudah mempersiapkan diri menghadapi kehilangan karena kondisi putranya berbeda dari anak-anak lain, tetap saja memproses duka butuh waktu dan proses sendiri. Bukan kisah sedih yang dibagikan, melainkan ada makna dan arti yang bisa dipetik dari setiap pengalaman berduka itu sendiri. Bahkan ada cinta dan kasih yang menyertai setiap kehilangan.
Seperti judul bukunya, ada hal yang bisa dimaknai dari kegiatan mencuci piring dan melalui duka. Bagi sebagian orang, mencuci piring merupakan kegiatan yang berat untuk dilakukan tetapi mau tak mau harus tetap dikerjakan. Sehingga, daripada membiarkan cucian piring terus menumpuk, ada baiknya untuk tetap bergerak mencuci satu per satu tumpukan piring, cangkir, dan alat makan kotor lainnya.
Bab "Tutorial Mencuci Piring" di buku ini juga sangat menarik untuk diikuti. Penulis memaknai kegiatan mencuci piring dengan bagaimana perasaan duka bisa diproses. Mulai dari membuang sisa-sisa makanan dari piring yang akan dicuci hingga membilasnya sampai bersih; mulai dari bagaimana perasaan duka perlu diterima hingga memaknainya dengan hati yang baru.
Tema duka dan kehilangan menjadi topik utama buku ini. Meskipun begitu, buku ini sangat baik untuk dibaca oleh siapa saja. Tidak harus mengalami atau melalui duka terlebih dahulu untuk membaca buku ini. Sebab ada banyak pemaparan menarik tentang memahami emosi dan perasaan, hingga menyikapi kehidupan dan penderitaan dengan kacamata yang lebih bijak.
Dari buku ini kita juga bisa belajar berempati ketika orang terdekat kita mengalami kehilangan atau baru saja ditinggal oleh orang terkasihnya untuk selama-lamanya. Kita bisa membangun kepekaan dan empati yang lebih baik dalam menghibur atau memposisikan diri ketika berhadapan dengan orang yang sedang berduka.
Belajar menerima kenyataan yang mungkin berbeda dari harapan hingga memaknai penderitaan dalam hidupan juga dibahas di buku ini. Mungkin kita pernah merasa terpuruk atau stres berkepanjangan terkait suatu kejadian dalam hidup. Tapi kita akan diingatkan kembali soal realita bahwa segala sesuatunya hanyalah sementara di hidup ini, tidak ada yang benar-benar permanen. Sehingga yang perlu kita lakukan adalah mau terus belajar dan terbuka menyambut setiap perubahan yang terjadi di hidup.
Bagi Sahabat Fimela yang ingin belajar untuk memproses duka dan memaknai kehilangan dengan hati yang lebih kuat, buku yang ditulis dengan bahasa ringan tapi penuh makna ini bisa menjadi pilihan. Tak hanya itu saja. Bagi kita yang juga ingin belajar untuk menjadi pribadi yang penuh empati dan bisa bertumbuh dengan mental yang lebih kuat dalam menjalani hidup, buku ini juga bisa masuk dalam daftar bacaan kita yang berikutnya.
Â
Â